Detail Informasi

Ritual sewu kupat (nyadran seribu ketupat)  merupakan suatu ritual untuk menghormati jasa leluhur yang telah membuat saluran irigasi untuk mengaliri sawah seluruh masyarakat, dan sebagai rasa syukur terhadap Tuhan yang Maha Esa karena diberikan hasil panen yang melimpah dengan harapan semoga kedepannya hasil pertanian lebih maksimal dan tidak terserang penyakit atau hama. selain itu kegiatan ritual ketupat seribu bertujuan untuk mengingatkan pada kawula muda bahwa mata air di Dawuhan silenging, tidak semata-mata ada begitu saja. Tapi, ada perjuangan tokoh yang bernama Kiai Lenging dan Nyai Lengking dimasa Lalu. Mereka mengupayakan sumber mata air ini dalam kurun waktu yang tidak singkat.

Dikisahkan oleh warga setempat bahwa Kyai Lenging membuat saluran air hanya seorang diri, mengalali tanah dari lembah dawuhan untuk di alirkan ke areal persawahan miliknya, setiap hari istri kyai Lenging yaitu Nyi Lenging selalu menyiapkan satu buah ketupat sebagai bekal untuk membuat saluran. Satu persatu dari hari ke hari ketupat itulah yang di jadikan tanda waktu lamanya pembuatan saluran, Tepat pada hari ke seribu penggalian saluran yang dilakukan Kyai Lengin selesai dan sampai di areal sawahnya, Untuk menandai selesesainya pembuatan saluran irigasi itu Kyai Lenging Mengelar pertunjukan Tledek satu malam suntuk yang saat ini diganti dengan Wayang Kulit sehari semalam.

Nilai yang khas dari tradisi ini ialah jumlah ketupat yang jumlahnya lebih dari 1000 butir dan dipikul bersama sama dari dusun Gedongan ke Lembang Dawuhan silenging. Usai berdoa, sesepuh warga kemudian membagikan ketupat dan gunungan dari hasil pertanian pada warga. Sebagian warga makan bersama, sementara pemuda dan anak-anak melakukan perang air di saluran irigasi, yakni saling mencipratkan air hingga basah kuyub.