Indonesia sangat kaya akan pohon dan tumbuhan yang seratnya bisa diolah menjadi bahan baku industri antara lain: kerajinan, bahan bangunan, komponen otomotif, dan benang untuk bahan perantara produksi tenun. Sayangnya, tidak banyak yang tahu jika Indonesia masih menjadi salah satu negara yang hampir 100 % kebutuhan kapasnya mengimpor dari luar negeri. Hal ini dikarenakan tanaman kapas tidak mampu tumbuh dengan baik di negara kita. Tidak tanggung-tanggung, impor kapas ini mencapai US$ 1 miliar rata-rata per tahun.
Sudah saatnya mencari alternatif lain sebagai bahan utama atau campuran untuk mengurangi ketergantungan terhadap impor kapas. Salah satunya adalah daun nanas yang bisa diolah menjadi kapas. Apalagi Indonesia menjadi negara no.3 yang memiliki lahan nanas terluas di dunia. Banyaknya pabrik di negara kita yang memakai bahan baku kapas untuk menghasilkan berbagai produk mereka, tentu akan berdampak pada kebutuhan kapas yang semakin besar. Menurut data Kementerian Perindustrian, kebutuhan bahan baku tekstil katun dari kapas saja mencapai sekitar 42?ri seluruh produksi tekstil nasional, belum di sektor industri lain.
Oleh karena itu, kita bisa memanfaatkan daun nanas sebagai serat alam untuk bahan kapas.Daun ini merupakan bahan yang juga telah dikenal masyarakat dalam hal budidaya, proses penyeratan, dan produksi aplikasi dari serat mentah sebagai bahan baku benang tenun. Akan tetapi, tidak semua petani nanas tahu akan hal tersebut. Banyak yang membuang daunnya karena dianggap sebagai ‘sampah’. Di sisi lain, daun nanas tidak bisa cepat terurai. Tidak bisa dimanfaatkan untuk pakan ternak karena selama masih ada seratnya, hewan ternak tidak mau memakannya.
Masih banyak juga petani nanas yang hanya mengandalkan buah sebagai unggulan hasil kebun mereka. Jika harga nanas sedang turun, mereka hanya pasrah, bahkan ada yang terpaksa membuldozer kebun mereka daripada memanen. Di Pemalang misalnya, pada tahun 2022, para petani melakukan bongkar lahan akibat harga nanas yang turun drastis. Harga buahnya hanya mencapai Rp5.00 per buah, dan ini tidak sebanding dengan biaya perawatan kebun yang cukup menguras kantong. Belum lagi mereka membutuhkan pekerja untuk memanen kebunnya. Selain itu, turunnya harga nanas juga bisa disebabkan oleh permainan oknum-oknum nakal yang hanya menginginkan keuntungan pribadi tanpa memikirkan nasib petani.
Faktor lain yang dapat membuat petani rugi misalnya adanya pandemi yang tidak terduga. Seperti pada kasus covid-19 beberapa tahun lalu, yang membuat petani tidak bisa menjual hasil panen mereka akibat adanya PPKM di mana-mana.
Masalah semakin bertambah saat nanas itu tidak bisa didistribusikan, karena bila disimpan terlalu lama, buah nanas akan membusuk. Ini hanya akan menambah beban kerugian bagi petani. Sudah jatuh, ditimpa tangga pula. Untuk itulah, agar petani nanas tidak menggantungkan pendapatan mereka dari hasil panen buahnya saja, maka diperlukan hilirisasi sampah daun nanas menjadi barang yang lebih berguna dan memiliki nilai jual lebih tinggi, bahkan bisa lebih tinggi daripada buah itu sendiri.
Daun nanas mempunyai banyak keunggulan, salah satunya bisa dijadikan bahan tekstil yang awet dan ramah lingkungan karena bisa terurai. Dengan banyaknya perkebunan nanas di negara kita sekarang, tidak menutup kemungkinan kita dapat menghasilkan kapas sendiri dari serat daun nanas ini. Ada banyak jenis nanas seperti Nanas Madu, Nanas Honi, Nanas Subang, Nanas Queen, dll. Akan tetapi, jenis buah tidak berpengaruh pada pemanfaatan daunnya. Semua jenis nanas, daunnya bisa digunakan sebagai bahan baku kapas.
Di negara kita sudah banyak petani yang membudidayakan tanaman ini terutama di pulau Jawa dan Sumatera. Lampung menjadi daerah yang paling banyak menghasilkan nanas, yaitu sekitar 861.706 ton di tahun 2022 kemudian diikuti oleh Sumatera selatan 567.120 ton, Jawa Timur 357.505 ton, Jawa Tengah 336.102 ton, Riau 261.769 ton, dan tentunya daerah lain. Hal ini menunjukkan betapa luasnya perkebunan nanas yang ada di Indonesia. Dengan potensi kebun yang begitu besar, maka tidak menutup kemungkinan limbah daun nanas yang dihasilkan pun besar. Apalagi tanaman ini biasanya dibongkar setelah dua atau tiga kali panen. Sangat disayangkan jika limbah daun nanas ini hanya berakhir sebagai barang yang tak berguna.
Prospek pengolahan limbah daun nanas ini menjadi usaha yang sustainable atau terus berkelanjutan sehingga cukup potensial untuk dimanfaatkan dan menjadi industri besar. Selain itu, dalam proses produksi serat nanas akan membantu memberdayakan masyarakat karena tenaga kerja yang dibutuhkan, sehingga pengangguran pun berkurang. Dengan berkembangnya zaman, para petani nanas bisa memanfaatkan sentuhan teknologi untuk mengolah limbah daun nanas menjadi barang yang lebih bernilai yaitu serat kasar. Sehingga barang setengah jadi ini dapat dijual dengan nilai lebih tinggi yang kemudian bisa diproduksi menjadi kapas.
Serat nanas juga digadang-gadang mengandung anti bakteri. Jika dimanfaatkan untuk pembuatan alat kesehatan, maka hal ini akan sangat membantu dunia medis. Kita pun bisa memanfaatkan serat nanas ini untuk bahan baku pembuatan pembalut wanita. Seperti yang kita tahu, sekarang masih banyak beredar pembalut wanita yang mengandung bahan kimia, ada bahan sintesisnya, dan tidak ada anti bakteri di dalamnya. Satu lagi, pembalut tersebut juga susah terurai. Akibatnya, bisa mengotori lingkungan sekitar.
Kekurangan lainnya adalah banyak wanita yang terkena gatal-gatal atau iritasi karena pemakaian pembalut tersebut. Bahkan, mereka bisa terkena penyakit TSS (Toxic Shock Syndrome) akibat dari bakteri Staphylococus aureus. Di mana penyakit ini sangat berbahaya bagi manusia karena dapat mengakibatkan kematian. Untuk itu, demi membantu wanita Indonesia terhindar hal yang membahayakan mereka, kita perlu terobosan baru, yaitu dengan membuat pembalut alami yang ramah pada tubuh manusia dan lingkungan sekitar, yang bisa mengurai/membusuk sendiri. Keunggulan lain dari serat nanas ini ialah memiliki kekuatan tarik dan robek yang sangat baik dibandingkan dengan serat natural lainnya, teksturnya lembut, serta kadar serap airnya tinggi.
Dengan adanya pemanfaatan limbah daun nanas menjadi serat kasar, para petani bisa meningkatkan pendapatan mereka, tidak hanya mengandalkan buahnya saja. Sampah daun nanas berkurang. Kebutuhan kapas untuk industri negara kita mencukupi. Bahkan, tak menutup kemungkinan Indonesia dapat menjadi produsen yang mengekspor kapas berkualitas ke berbagai negara. Semua lini dari kecil sampai besar akan mendapatkan keuntungan dari hilirisasi sampah daun nanas ini.
Tujuan inovasi ini adalah meningkatkan nilai ekonomi nanas, meningkatkan kesejahteraan petani nanas, dan membangun industri nanas dari hulu sampai dengan hilir.
Manfaat yang diperoleh adalah petani dapat memanfaatkan limbah daun nanas menjadi barang setengah jadi berupa serat kasar dengan mesin decortikator. lantas menjual dengan nilai jual lebih tinggi serta usaha pengolahan daun nanas ini bisa dilakukan secara individu maupun kelompok tani sehingga petani bisa membentuk koperasi yang dapat menjadi wadah aktifitasnya.