Alat kontrasepsi yang difasilitasi Program Keluarga Berencana Nasional banyak pilihannya. Diantaranya Spriral (IUD), Suntik, Kondom, Pil KB, Implan (Susuk), Medis Operasi Pria (MOP) dan Medis Operasi Wanita (MOW). Dari sekian jenis kontrasepsi tersebut MOP kurang diminati akseptor karena pada umumnya mereka memilih memakai kontrasepsi lain yang dirasa lebih cocok. Demikian diungkapkan Kepala Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPKBPPPA) Kabupaten Temanggung Masruchi di ruang kerjanya Senin (11/9).
“Setiap orang berhak mendapatkan pelayanan kontrasepsi sesuai dengan kebutuhan dan kondisi kesehatan masing-masing, jadi boleh memilih akan menggunakan alat kontrasepsi apa saja yang dirasa cocok”, tandasnya. Hal tersebut diungkapkan terkait hasil update data akseptor dimana pengguna MOP sangat sedikit dibanding Implan, Suntik dan IUD. Realisasi dari target akseptor baru pada DPPKBPPPA Kabupaten Temanggung sampai dengan Agustus 2017 sudah mencapai 83 persen. Dari capaian tersebut metode jangka panjang Implan menduduki jumlah terbanyak, Suntik urutan kedua, berikutnya IUD kemudian MOP urutan terakhir setelah Pil dan Kondom.
Ia mencontohkan ketika dibuka pelayanan kontrasepsi pada saat penilaian TMKK (TNI Manunggal KB-Kes) di Koramil Kranggan pekan lalu pendaftar kontrasepsi Implan mencapai 419 orang. Untuk KB jangka panjang, paparnya, masih banyak pilihan lain selain MOP. “Jadi sebagaimana pemberitaan Suara Merdeka tanggal 7 September 2017 yang benar adalah cakupan vasektomi bukan karena kekurangan tenaga pelaksana vasektomi tetapi memang orang cenderung memilih kontrasepsi lain daripada MOP dan DPPKBPPPA memberikan haknya kepada calon akseptor untuk memilih sesuai kebutuhan”, jelas Masruchi.
Dikatakan lanjut, tidak ada paksaan untuk menggunakan kontrasepsi, termasuk MOP maupun MOW. “Apabila calon akseptor memang menghendaki vasektomi (MOP) maka yang bersangkutan kami rujuk kepada dokter yang menanganinya, karena MOP dan MOW harus dilakukan oleh dokter”, tegasnya. Demikian pula bagi calon akseptor mandiri (tidak melalui fasilitasi DPPKBPPPA) yang akan melakukan MOP maupun MOW tentu harus datang ke Rumah Sakit dan membayar sendiri biaya tindakan medis tersebut. “Kalau lewat program KB yang difasilitasi DPPKBPPPA tidak dikenakan biaya atau gratis atas biaya pemerintah”, jelasnya.
Dalam mensosialisakan program KB dengan berbagai macam alat kontrasepsi ada petugas di lapangan yaitu PLKB (Petugas Lapangan Keluarga Berencana). Peran serta masyarakat juga dilibatkan dengan membentuk kader-kader KB di desa dan Kelurahan. Para kader ini disamping melakukan pelayanan Keluarga Berencana kepada masyarakat juga memfasilitasi terbentuknya “Tri Bina” di desa untuk memudahkan pelayanan dan penyuluhan.
Tri Bina itu adalah Bina Keluarga Balita (BKB), Bina Keluarga Lansia (BKL), Bina Keluarga Remaja (BKR). Selain itu juga ikut menumbuhkembangkan Kelompok Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga Sejahtera (UPPKS) dan membentuk Pusat Informasi dan Konseling Kesehatan Reproduksi Remaja (PIK-KRR) baik di desa, pondok pesantrean maupun di sekolah. Selanjutnya khusus untuk meningkatkan peran generasi muda dalam melembagakan program KB di kalangan remaja dibentuk Generasi Berencana (Genre).—(bhp)—